Selasa, 11 Mei 2010

Boraks

Boraks maupun bleng tidak aman untuk dikonsumsi sebagai makanan, tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah meluas di Indonesia. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Seringnya mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian.
Tahukah Anda bahwa bakso ataupun kerupuk yang sangat digemari anak-anak
banyak yang mengandung bahan tambahan berbahaya, seperti boraks dan
formalin. Sayangnya, seringkali orang tua tidak tahu bahwa kedua bahan ini
sebetulnya dilarang digunakan pada makanan.

Lantas, mengapa masih banyak industri makanan yang menggunakannya? Tak lain
karena bakso yang renyah sangat disukai, dan makanan yang tahan lama jadi
lebih menguntungkan. Selain itu, boraks membuat tekstur makanan jadi lebih
bagus, selain juga dipakai untuk pengempuk, pengembang, dan menahan
pengendapan.
Padahal tambahan bahan-bahan kimia ini pada makanan jumlahnya banyak sekali,
demikian diungkapkan *DR. Ir. Faisal Anwar, MS*, dosen Gizi dan Ilmu Pangan
dari Jurusan GMSK- Faperta, Institut Pertanian Bogor. Hanya saja, diakuinya
agak sulit untuk tahu mana makanan yang bebas dari boraks ataupun formalin.
Meskipun demikian, sebetulnya kandungan bahan tersebut bisa dirasakan oleh
lidah kita. "Ada *after taste* atau rasa tak enak yang tertinggal di mulut
setelah mengonsumsi beberapa kali makanan tersebut."

*SEJENIS MINERAL DAN ZAT ORGANIK*

Boraks sebetulnya merupakan mineral boron, sejenis senyawa kimia yang
kompleks. Senyawa ini bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan
rupa yang bagus, misalnya bakso dan ketupat yang jika digigit akan terasa
lebih kenyal, atau kerupuk yang bila digigit terasa lebih renyah.

Boraks yang biasa dijual di toko kimia dan toko kue berbetuk kristal putih
seperti gula pasir impor atau penyedap rasa. Di Jawa Barat, larutan boraks
dikenal dengan sebutan *bleng* . Hanya saja orang mendapatkannya dari
sejenis tanah liat yang mengandung mineral boron yang kemudian disaring.

Sedangkan formalin, dijelaskan Faisal, merupakan zat organik mirip larutan
cuka, baunya pun asam. Hanya saja secara kimia, susunan karbonnya lebih
rendah dari cuka. Sebetulnya formalin digunakan untuk membunuh bakteri
pembusuk atau untuk mengawetkan jasad makhluk hidup. Misalnya, mengawetkan
serangga untuk disimpan di museum biologi, dan lainnya. Namun kemudian,
bahan ini disalahgunakan untuk mengawetkan makanan. Contohnya pada pembuatan
tahu. Mengapa pada pembuatan tahu? Karena makanan bergizi tinggi dan makanan
basah cepat sekali membusuk.

Bagaimanapun, bakteri pembusuk memerlukan zat gizi yang bagus sebagai
makanannya. Contoh lain, tepung terigu atau sagu lebih awet dibandingkan
daging, karena daging lebih bergizi daripada tepung terigu. Begitu pun beras
dan tahu. Beras akan lebih awet dibanding tahu yang bergizi tinggi. Nah,
dengan diberi formalin, bakteri pembusuk pada makanan bergizi dan juga basah
itu akan mati sehingga jadi tahan lebih lama.

*MEMBAHAYAKAN SARAF DAN PENCERNAAN*
Tentu saja kedua bahan tambahan tersebut sangat berbahaya bagi manusia
karena merupakan racun. Bila terkonsumsi dalam konsentrasi yang tinggi,
racunnya dapat mempengaruhi kerja saraf. Yang bersangkutan akan merasa
melayang dan kemudian pingsan atau bahkan nyawanya bisa tak tertolong. "Tak
harus menunggu bahan tersebut terakumulasi dalam tubuh, karena kejadiannya
bisa dalam waktu sesaat," kata Faisal.

Sayangnya, kita secara awam tidak tahu seberapa besar kadar konsentrat
formalin dan boraks yang dianggap membahayakan. Oleh karena itu, lebih baik
hindari sama sekali. Menurutnya, pada konsentrasi yang rendah saja formalin
dan boraks sudah dapat mematikan mikroflora baik maupun jahat dalam usus
sehingga mengganggu pencernaan.

Jika jumlah bakteri dalam usus sangat sedikit, proses pembusukan sisa
makanan pun jadi melambat. Kemungkinan yang terjadi adalah anak yang
mengonsumsi boraks atau formalin akan mengalami kesulitan buang air besar.
Gangguan di pencernaan ini, bahkan bisa berkembang menjadi kanker usus besar
atau kanker kolon. Selain itu, daya tahan tubuh pun jadi menurun, sehingga
anak mudah sakit.

Penting diperhatikan, dalam sistem pencernaan manusia hadir pula enzim yang
membantu proses penyerapan sari makanan. Bila enzim ini bersentuhan dengan
formalin, maka fungsinya tak berjalan lagi. Akibatnya, anak akan kekurangan
gizi karena zat-zat dari makanannya tidak dapat diserap dengan baik. Jadi,
memang kedua bahan tambahan makanan ini berbahaya sekali. Jauhkan anak-anak
kita dari makanan yang mengandung boraks dan formalin sekarang juga.

*MAKANAN YANG SERING MENGANDUNG BORAKS DAN FORMALIN*

Berikut, *Faisal* memberikan beberapa contoh makanan yang dapat dikenali
mengandung boraks atau formalin.

Bahan makanan yang mungkin mengandung boraks:
** kerupuk*

Terkadang masih ada yang menggunakan boraks atau larutan *bleng* dalam
pembuatan berbagai aneka kerupuk, seperti kerupuk pecel, kerupuk bulat, dan
lainnya. Pemakaian boraks akan menambah kerenyahannya. Kalau tak pakai
boraks, kerupuk menjadi bantat dan tidak mekar. Memang agak sulit untuk
membedakan mana kerupuk yang memakai boraks dan tidak. Namun biasanya, jika
teksturnya bagus dan renyah berarti kerupuk itu mengandung boraks.
Sebetulnya bisa saja boraks diganti dengan soda kue, tapi hasilnya memang
tak sebagus jika memakai boraks.

** bakso*
Umumnya, jika bakso menggunakan sedikit daging, maka diperlukan bahan
lainnya agar tekstur bakso jadi lebih lekat, yaitu tepung sagu ditambah
boraks. Kalau tidak, maka kelekatan atau kekenyalannya berkurang. Jelas,
bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari
kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging. Jika kita membuat bakso
sendiri dengan menggunakan banyak daging yang dibentuk menjadi
bulatan-bulatan, maka sifat kenyal atau elastisitasnya berasal dari daging
itu sendiri.

"Memang bahan kimia pengganti yang mirip boraks belum ada. Sebetulnya bisa
saja menggunakan karbonat atau soda kue, meski hasilnya tak sebagus jika
menggunakan boraks, tapi cukup aman," saran Faisal. Umumnya, bakso-bakso
dari hasil industri makanan dengan merek-merek tertentu sudah tidak
menggunakan boraks lagi, tapi menggunakan bahan tambahan makanan dari
kombinasi tepung-tepungan semisal tepung kedelai.

Ada juga yang menggunakan sendawa seperti nitrat nitrit yang bisa dijumpai
pada produk daging sosis atau burger. Sendawa bisa memperbaiki tekstur dan
warna makanan. Bahan tambahan makanan seperti nitrat nitrit ini pun sudah
umum digunakan, tapi tetap harus dengan batasan.

** ketupat atau lontong*

Untuk menghasilkan ketupat yang bagus, tentunya harus digunakan beras yang
berkualitas bagus. Setelah direbus beberapa jam, tampak tekstur yang padat
beraroma daun pembungkusnya. Jika berasnya berkualitas rendah, untuk bisa
menghasilkan ketupat yang padat dan kenyal maka diperlukan tambahan boraks
atau *bleng* selain agar tahan lama. Cirinya, ketupat atau lontong yang
mengandung boraks terasa sangat kenyal dan warnanya tampak lebih gelap
kecokelatan.

** mi*

Mi yang menggunakan boraks akan terasa lebih elastis, tak mudah putus, dan
lebih kenyal. Jadi, teksturnya memang lebih baik meski sebetulnya bahan
boraks bisa saja diganti dengan bahan sederhana, yaitu soda kue.

Bahan makanan yang mungkin mengandung formalin:

** ikan basah atau ikan laut *
Bagi awam, kecuali orang-orang dari dinas kesehatan atau pengawas makanan,
akan sulit mengenali apakah ikan yang dijual sudah direndam dalam larutan
formalin atau belum. Umumnya, ikan laut tak bisa tahan lama sampai sore.
Tapi bila direndam dengan formalin, ikan akan awet dan tahan sampai esok
harinya. Cirinya, bagian atas permukaan ikan yang direndam dengan larutan
formalin akan tampak keras dan kering.

** tahu*

Formalin digunakan untuk pembuatan tahu agar bahan makanan ini jadi lebih
awet. Sebetulnya tanpa formalin pun bisa saja awet. Caranya dengan direndam
dalam air garam atau airnya sering diganti berulang. Tahu pun akan awet
sampai esok harinya meski disimpan di ruang terbuka. Bila disimpan dalam
kulkas, daya tahannya bisa mencapai 2-3 hari. Umumnya, tahu yang ada di
swalayan bisa tahan lama karena ditaruh di rak pendingin yang terkontrol,
sehingga pertumbuhan bakteri di situ lebih lambat.

Tahu yang menggunakan formalin bisa awet lebih lama, sekitar 3-4 hari atau
bahkan seminggu tanpa busuk, baik itu dalam ruang terbuka, *freezer* atau
kulkas. Ciri tahu berformalin adalah baunya yang apak atau tak enak meski
belum membusuk. Bagian permukaannya pun akan tampak agak keras dan kering
karena formalin bersenyawa dengan proteinnya.

** ayam potong *

Ayam yang sudah direndam dalam formalin akan tampak keras dan kering
permukaan kulitnya. Ini terjadi karena formalin tersebut bersenyawa dengan
protein (denaturasi) dan membentuk lapisan di permukaannya. Sebetulnya agar
ayam mentah lebih awet tak harus pakai formalin. Asalkan cara menyembelihnya
benar, lalu dicuci bersih, dan disimpan dalam lemari pendingin, maka daging
ayam mentah bisa bertahan lama.
"Menghilangkan formalin dari daging ayam dengan cara dicuci mungkin bisa
saja dilakukan. Namun, itu bila hanya bagian permukaannya saja yang terkena.
Kalau formalin sudah sampai meresap ke dalam daging, mungkin perlu proses
pencucian dan perendaman yang berulang dan makan waktu lama. Hanya saja
penghilangan formalin dengan cara ini belum bisa dibuktikan efektivitasnya,"
demikian kata Faisal.

0 komentar:

Posting Komentar